ANAK MANUSIA ADALAH TUHAN, BAHKAN ATAS HARI SABAT
(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Antonius, Abas, Selasa 17-1-12)
Pada
suatu hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum, dan sementara
berjalan murid-murid-Nya memetik bulir gandum. Lalu kata orang-orang
Farisi kepada-Nya, “Lihat! Mengapa mereka berbuat sesuatu yang tidak
diperbolehkan pada hari Sabat?” Jawab-Nya kepada mereka, “Belum
pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan orang-orang
yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan, bagaimana ia masuk ke dalam
Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti
sajian itu – yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam – dan
memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya?” Lalu kata Yesus kepada
mereka, “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari
Sabat. Karena itu Anak Manusia adalah Tuhan, bahkan atas hari Sabat.”
(Mrk 2:23-28)Bacaan Pertama: 1Sam 16:1-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 89:20-22,27-28
Seperti orang-orang Farisi yang telah salah sasaran karena berpikir cuma di sekitar parameter-parameter legalistik, kita pun dapat saja membatasi jenis istirahat yang Allah ingin berikan kepada kita. Menjalankan hari Sabat bagi kita mungkin berarti suatu hari bebas dari kerja, tetapi kita tetap saja tidak mengambil kesempatan untuk mengalami istirahat dan penyegaran kembali dalam hadirat Allah.
Pada hari istirahat ini Allah ingin memberikan kepada kita sesuatu yang jauh melampaui harapan-harapan kita yang biasa. Beristirahat secara tepat pada hari Sabat bukanlah sekadar tidak melakukan apa-apa demi ketaatan kepada perintah-perintah Allah. Kita mengalami istirahat Sabat yang penuh apabila kita memperkenankan Yesus melimpahi kita secara lebih lagi dengan cintakasih dan rahmat-Nya. Ini adalah roh dari hukum, dan inilah jenis istirahat yang ditawarkan Yesus kepada para murid-Nya.
Setiap
hari Sabat, Allah menunggu kita untuk mengalami persekutuan dengan-Nya –
suatu persekutuan doa di mana kita menyembah Dia, mendengarkan
firman-Nya dan memperkenankan Dia menunjukkan kepada kita secara lebih
penuh siapa kita sebenarnya dalam Dia. Ini adalah istirahat yang
dilukiskan oleh sang pemazmur dengan jelasnya: “Ia membaringkan aku di
padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia
menyegarkan jiwaku” (Mzm 23:2-3a).Bahkan sekarang pun, pemikiran bahwa doa adalah cara Allah melayani kita sulit untuk dipahami. Kita dapat saja berpikir bahwa istirahat Sabat hanyalah untuk mengikuti aturan-aturan Allah, padahal berada bersama Yesus adalah tujuan sejati dari Sabat itu. Susahnya dalam hal orang Farisi adalah bahwa mereka begitu penuh dengan ide-ide mereka sendiri tentang Sabat, sehingga luput melihat kehidupan yang Yesus mau berikan kepada mereka. Tidak saja mereka melihat kesalahan pada Yesus, mereka pun menghalang-halangi orang lain untuk mengalami istirahat-Nya.
DOA: Tuhan
Yesus, kami ingin mengalami istirahat Sabat-Mu. Tolonglah kami agar
dapat menerima segala anugerah yang Engkau ingin berikan kepada kami.
Ajarlah kami untuk menerima kehidupan dan penyegaran kembali dari-Mu
pada saat-saat kami bekerja maupun pada saat-saat kami beristirahat.
Amin.
refrensi http://sangsabda.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar